Kau mau aku tetap tersenyum, aku tahu. Lalu berkata semua akan baik- baik saja, aku mengerti. Tapi keringat deras yang mengucur dari keningmu, hapus senyumku seketika. Bara di tubuhmu pun ikut membakar jiwaku. Maaf sayang, pintamu kali ini tak mampu aku penuhi. Jiwaku rubuh bersama derita yang tengah mendera ceriamu. Ah, luruhlah di dekapku, biar kuserap segala panas berlebih yang mendekam di setiap inchi tulang darahmu itu.
: sayang, boleh kuucap tanya, akan kau sebut apa aku, jika lapuhmu membuat sekujur jiwaku ikut rubuh bersamamu?
Sungguh, rasa ini bukan duka bukan pula pedih perih. TAK! Pun aku tidak sedang meminta simpati darimu. Kau sedang berjuang mengatasi bara yang membakar tubuhmu, aku pun tahu. Usah dustai aku. Aku bukan mereka yang menari di sekitarmu. Lupakah? Kau ada di nafsku. Jiwamu di jiwaku: meringkuk kini.
Bilang padaku apa yang tak kau mengerti dari kalimat, "kau cinta dalam nafasku?"
Ah, aku bahkan tak sanggup menolak rasa itu puan.
Pada malam sebelum malam ini. Entah kemarin atau kemarin lusa. Kaupun tak menyangkal, kita dekat. bahkan lebih dekat dari definisi dekat itu sendiri. Dan kau tahu, malam ini; namamu bukan lagi tentang rindu yang menderu. Kini bertutur tentang gerak jiwa yang hanyut dalam pusaran roda waktu, hingga sekat ruang tak mampu memenjarakan rasa.
ya, bahkan sekat ruang tak mampu memenjarakan, kita.
kekasihku, jawab aku :
Jika pada kegelapan jiwa 'tlah bersinar kerlip cahaya bintang dimana cinta menitis di setiap sudutnya yang berpendar, sedang kuncupnya merekah merah layaknya aurora yang menari di bawah rinai serbukbintang, sedang rintik bintang itu kemudian menyublim di udara seperti salju di langit basah bulan desember, maka katakan padaku puan;
cinta seperti itu adakah cara untuk mendustakannya?
: adakah? TAK ADA.
Maret, 2011
No comments:
Post a Comment