DALAM lawatanku yang tujuh telah kulewati tujuh petala bumi di empat musim yang silih berganti. Saat sakura meranggas dan ketika juta tulip mekar mewangi di pagi hari, pun kala raflesia mengembang angkuh semerbak menyengat jiwa. Juga telah kutemui ribu cinta yang merayu penuh solek molek tegaskan pesona. Sungguh bukan cinta yang itu, cinta untukku bukan sekedar buncah rasa yang membara, bukan pula rindu yang membiru bagai hembus angin sepoi bahkan tidak seperti badai sekalipun atau laksana gelegar cahaya yang meretas membelah gelap langit menghitam.
Akulah cinta dalam setiap sebutan cinta yang merekah di dada para pencari cinta pun kau belum sampai padaku sebelum aku hadir di setiap tetes darahmu. Usah merayap melata atau lari sekalipun bahkan bila menunggangi kendara cahaya untuk ke tempatku. Aih, simpan dulu rasa yang kau sebut dengan namaku itu satukan di sudut sana tempat rasa seperti yang kau bawa teronggok dalam kelam malam-malamku yang panjang. Akulah yang akan mengunjungimu.
Kau ingin menjadi lilin demi terang yang kau bawa lalu meleleh tak berbentuk bahkan akan tetap menjadi leleh sebelum kau sempat menyala di sekitarku. Begitu cepat tanpa kau sadari baraku kan luluhkan setiap dinding peraduanmu yang terbuat dari beton baja sekalipun. Sudah, hentikan langkahmu sebelum terlambat. Menujuku terjal dan berliku tidak akan sanggup kau mendaki langit atau membenam ke dasar bumi yang kelam. Sudah, tanggalkan saja dongeng cinta yang kau pungut dari sederet roman lusuh di kubangan jalan itu. Gelapku terlalu pekat untuk kau terangi : Sudah!
Namun sebelum kau ambil bunga surga itu, pastikan telah sampai berita tentang bayang yang selalu ada dalam setiap hadirku, bayang pekat dalam gelap yang kelam, sisi hitamku yang rapuh sungguh hitam hingga kau harus memupus harap untuk melihat wajahmu di situ. Dalam duniaku hanya ada aku, bukan kau, dia atau mereka dan jika kau sungguh ingin ikut buang jauh asa untuk menguasai keberadaanku karena aku adalah energi yang melayang bebas, aku ada di setiap udara yang kau hirup, di setiap tetes rinai yang membasahi dan di setiap bunyi yang terdengar.
Saat utusanku yang datang dengan sembilan pasang kuda putih pilihan telah menemukanmu maka ikutilah ia hingga ke gerbang hening saat jingga mega bergelayutan manja di sudut barat langit senja. Peraduanmu pun menjadi savana rindu yang bertahtakan kilau lazuardi ungu laksana embun pagi yang bersinar dibelai mentari. Usah malu, kenakan saja kimono dan tiara putih itu lalu sematkan mahkota cinta di dada kirimu yang kini mulai bermerah muda.
Sesampai kau di sini kusambut kau dengan dekap hangat sayap-sayapku pun tegas kubisikkan padamu selamat datang di tanah suci derita dan nestapa dimana pedih dan perih menghias indah membersihkan serta mengikis noda-noda nafsu rendah lalu mengangkat jiwamu yang telah tersucikan itu hingga lebur dalam cahaya. Mulai detik ini ku sebut kau kekasih lalu hidupmu tak akan pernah sama lagi musnah sudah jalan kembali terjebak kau dalam labirinku yang tidak memiliki pintu hanya ada jendela yang sesekali terbuka untuk melihat dunia luar. Kekasihku, tangis dan tawamu kini jadi milikku.
@sabdabumi
Februari 2010
Akulah cinta dalam setiap sebutan cinta yang merekah di dada para pencari cinta pun kau belum sampai padaku sebelum aku hadir di setiap tetes darahmu. Usah merayap melata atau lari sekalipun bahkan bila menunggangi kendara cahaya untuk ke tempatku. Aih, simpan dulu rasa yang kau sebut dengan namaku itu satukan di sudut sana tempat rasa seperti yang kau bawa teronggok dalam kelam malam-malamku yang panjang. Akulah yang akan mengunjungimu.
Bahkan dua mata elang yang menukik tajam tak kuasa menembus cangkang gelap semayam rindu di hati. Pun lacur rindumu telah sampai di pangkuanku dengan kendara senyap saat manusia terlelap.
Kau ingin menjadi lilin demi terang yang kau bawa lalu meleleh tak berbentuk bahkan akan tetap menjadi leleh sebelum kau sempat menyala di sekitarku. Begitu cepat tanpa kau sadari baraku kan luluhkan setiap dinding peraduanmu yang terbuat dari beton baja sekalipun. Sudah, hentikan langkahmu sebelum terlambat. Menujuku terjal dan berliku tidak akan sanggup kau mendaki langit atau membenam ke dasar bumi yang kelam. Sudah, tanggalkan saja dongeng cinta yang kau pungut dari sederet roman lusuh di kubangan jalan itu. Gelapku terlalu pekat untuk kau terangi : Sudah!
Perhatikan mereka yang lalulalang di jalur sibuk perjalanan waktu. Di antara ribu bunga yang terhampar, dalam juta macam warna yang terbentang ada satu bunga untukmu yang kupetik dari taman surga yang tertinggi. Ambillah lalu sunting ia di sela rambutmu telah kukirimkan utusan untuk menjemputmu dan ia akan mengenali bunga yang tersunting itu sebagai tanda kau telah siap.
Namun sebelum kau ambil bunga surga itu, pastikan telah sampai berita tentang bayang yang selalu ada dalam setiap hadirku, bayang pekat dalam gelap yang kelam, sisi hitamku yang rapuh sungguh hitam hingga kau harus memupus harap untuk melihat wajahmu di situ. Dalam duniaku hanya ada aku, bukan kau, dia atau mereka dan jika kau sungguh ingin ikut buang jauh asa untuk menguasai keberadaanku karena aku adalah energi yang melayang bebas, aku ada di setiap udara yang kau hirup, di setiap tetes rinai yang membasahi dan di setiap bunyi yang terdengar.
Saat utusanku yang datang dengan sembilan pasang kuda putih pilihan telah menemukanmu maka ikutilah ia hingga ke gerbang hening saat jingga mega bergelayutan manja di sudut barat langit senja. Peraduanmu pun menjadi savana rindu yang bertahtakan kilau lazuardi ungu laksana embun pagi yang bersinar dibelai mentari. Usah malu, kenakan saja kimono dan tiara putih itu lalu sematkan mahkota cinta di dada kirimu yang kini mulai bermerah muda.
Sesampai kau di sini kusambut kau dengan dekap hangat sayap-sayapku pun tegas kubisikkan padamu selamat datang di tanah suci derita dan nestapa dimana pedih dan perih menghias indah membersihkan serta mengikis noda-noda nafsu rendah lalu mengangkat jiwamu yang telah tersucikan itu hingga lebur dalam cahaya. Mulai detik ini ku sebut kau kekasih lalu hidupmu tak akan pernah sama lagi musnah sudah jalan kembali terjebak kau dalam labirinku yang tidak memiliki pintu hanya ada jendela yang sesekali terbuka untuk melihat dunia luar. Kekasihku, tangis dan tawamu kini jadi milikku.
@sabdabumi
Februari 2010
No comments:
Post a Comment