April 29, 2010

Pesanku (bila aku punya satu keberanian untuk mengiris nadi kiri ini)

LIMA belas menit yang lalu hingga sekarang masih bingung memilih antara gunting atau silet, pun pintu telah terkunci rapat duduk bersandar di depan cermin berharap bisa kulihat darah yang berceceran di lantai. Aku butuh seiris saja tepat di nadi kiri lalu lemas setelah beberapa menit kemudian. Jangan ganggu aku hanya ingin sendiri saja kerna ini hanya sekali seperti kelahiran ingin kunikmati bagaimana rasanya, toh aku sudah lupa rasa dilahirkan semoga kini aku bisa mengecap dan mengngat bagaimana rasa mati.

Kupilih silet yang tipis, tajam dua sisinya baru kubeli di warung sebelah dengan harga lima ratus rupiah jauh lebih murah daripada harga sepiring nasi kucing. Jangan dulu ketuk pintuku susah payah kuberanikan diri dan buyar semuanya. Sedikit lagi keberanian itu mengkristal lalu menggerakkan tangan kananku yang kini tengah gemetar takut.

Akh, mengapa kini tangan dan jemari kanan ini berat sangat digerakkan seperti sedang dirantai di tiang baja padahal untuk satu iris saja, padahal hanya butuh satu detik saja, padahal hanya butuh satu keberanian saja.

Pengecut! Ya, katakan aku pengecut, bukan kerna aku tidak berani mati tapi kerna aku tidak berani jalani hidup yang nyata-nyata butuh lebih dari satu keberanian.

@sabdabumi

No comments:

Post a Comment