SAAT mentari seujung tombak - "Beibs, pagi ini aku pergi terburu. Maaf tidak sempat pamit dan temani kamu sarapan. Kau pulas seperti bayi. Terimakasih untuk malam tadi. Love u." Ada cekat terasa saat membaca segoret pesanmu di secarik kertas itu, yang kau letakkan di tepi peraduan bersama setangkai mawar hitam.
12.02 Wita - "Dear, sudah di kantor? Aku masih rindu. Ntar malam aku ke tempatmu. Tunggu kamu pulang. Ada suprise buatmu. Miss u," pesan singkatmu memecah padatnya agenda siang ini.
16.34 Wita - Dua agenda hari ini belum juga rampung masih butuh dua atau tiga jam lagi. "Hun, aku telat pulang. Kunci ada di tempat biasa. Text me klu dah nyampe. See u," terkirim pesan singkat ke nomormu di sela riak buncah rindu ingin segera bertemu.
18.08 Wita - Masih di sini, di depan meja kerja, bergelut dengan laporan akhir tahun yang akan deadline pun tubuh dan pikiran mengeluh kepayahan, letih, saat kerlip penanda text masuk di handphone menyala, "Hun, aku dah di tempatmu. Makasih, bingkisan di kamar sudah kubuka. pas bgt, nih aku dah kenakan. Jangan larut, aku tunggu, dinner ma aku ya," katamu. Aih, rindu semakin memburu.
21.16 Wita - bergegas bereskan file yang berhamburan di meja lalu berlari ke halaman parkir. Hanya satu yang terpikirkan, aku ingin pulang. "Sayang, aku sudah di jalan." singkat pesanku terkirim.
21.37 Wita. Hujan, lalu lintas padat, butuh 40 menit lagi untuk sampai ke pelukmu. Deru nafas memburu mengejar masa entah kerna rindu atau sekedar ingin tuntaskan hasrat tabu yang terlalu. Lampu pesan menyala, "Hun, maaf. Aku gak bisa nginap malam ini. Dia mendadak pulang dengan pesawat terakhir. Sekarang aku dalam perjalanan ke bandara. Siang besok temui aku di tempat biasa. Maaf." Akh, sontak lunglai, pupus.
00.11 Wita - Dingin, terpekur di rumah sepi berdinding sunyi. Masih tertinggal wangi aigner di udara, di bantal dan lantai rumah ini sepeninggalmu. Hmm, tak sabar menunggu mentari, antar aku ke pelukmu.
02.36 Wita - Tersentak tidurku, desahmu merasuk dalam mimpi. Aku, tertawan.
04.05 Wita - Mata nyalang enggan terpejam, menatap tajam pesan terbaca, "Hun, inginku bukan dia, harusnya kau yang tertidur di sisiku malam ini, memeluk, menyentuh, basuh peluh. Sepiku sepi. Jangan terlambat siang nanti, aku rindu. Need u hun, kiss n hug." Duhai malam, demi bintang dan rembulan yang memberimu cahaya, katakanlah, haruskah aku menangis atau tersenyum. Akupun rindu, sangat.
Demi pucukpucuk senja memupus
Dan malam yang memberangus
di sela resah mendengus
Jemari cinta terlanjur erat mencengkram
dua hati lunglai menggeram
lalu karam di dasar perih
kudengar bisikmu merintih
Akh, leluka
setetes darah duka
Aku kamu
tidak untuk menyatu
Namun,
ada jejak rindu abadi
seperti goretan sepi
terpajang di dinding sunyi
entah kapan menepi.
mungkin nanti
setelah mati.
@sabdabumi
No comments:
Post a Comment