February 26, 2012

TIBA-TIBA AKU INGIN MENULIS BEBERAPA BAB NOVEL TAPI HANYA SEPENGGAL SAJAK TENTANGMU YANG ADA DI KEPALAKU

SELAMAT siang, Mei. Semoga damai melingkupi keseharianmu dan mereka yang engkau sayangi.

Ini hari ke sembilan belas pada penghujan Januari milenium duabelas. Tepat tiga bulan sejak kita berpisah di peron tujuh stasiun merah waktu itu.

Dan siang ini, kotaku hitam langitnya. Di luar hujan. Sejak pagi tadi. Padahal matahari harusnya sudah tergelincir ke barat. Awan mendung. Matahari sembunyi. Satu persatu kata berlarian. Perlahan menjadi kalimat. Aku berencana, jika setiap paragrafnya sudah selesai. Akan kujadikan sebentuk persembahan buatmu. Tanda terimakasih sederhana bagi jiwa agung seperti jiwamu.

Tapi barangkali sudah terlambat untuk sebuah pengakuan. Waktu setahun terlalu singkat bagiku saat harus mengeja rasa yang tercipta dalam detik per detik persahabatan kita. Layaknya pecundang, keraguan selalu datang setiap kali hati ingin menyatakan diri. Lalu saat kau tidak lagi di sini. Sesuatu terjadi. Aku menyebutnya rindu.

Kau jahat Mei. Aku baru menerima pesanmu siang ini. Sepenggal prosa yang kau tulis sehari sebelum kau pergi. "Surat ini disampaikan kepada anda atas waktu yang ditentukan oleh pengirim," kata petugas pengantar pesan berseragam itu. Kini semua jelas bagiku. Apa arti air mata yang tumpah di sudut senyummu terakhir kali.

"Bait-bait sajak pilu mengalun syahdu. Lengang sunyiku mendekap rindu. Pada setiap baris sajak itu, kutulis namamu."

Tunggu aku, Mei. Besok sore pukul lima aku datang kepadamu. Menagih tempat yang kau janjikan untukku.

"Cukup dadamu saja buat hatiku, dan sayapku untuk kebebasanmu. Apa yang tertidur di jiwamu kelak bangun dari mulutku, ke surga menuju."*

With Love,

Gabriel Al Ghifari

[Send to: meilan_ningrum@gmail.com]

_____________

Kutipan: *Pablo Neruda

--Nal

No comments:

Post a Comment