"lalu untuk apa mengirim mendung, jika kau enggan merinai?" aku bertanya.
ada debu di ujung kaki. kering bukubuku. pecah memecah di ujung kuku. langkah semakin gontai. meretak bongkah hati. seret letih, terus mencari.
ya, akulah lelaki sepi, yang namanya kau sebut dalam puisi. tapi cahaya sudah redup, senyum enggan menyabit. wajahku pasi, penuh luka gores. koyak dan tercabik.
aku, seperti kupukupu yang biru sayapnya. meringkuk di bawah hujan yang merinai. sedang recik hujan itu, adalah belati.
ah, kupukupu bersayap biru. menadah hujan dengan sayapnya
: dingin, seperti puisi
Tolitoli, Maret 2011
ZAIN AL AHMAD
No comments:
Post a Comment