Pada angin pesisir dan buih yang menulisi punggung pantai, ia pernah berbagi cerita. Kisah tentang dedaun kering di ranting cemara. Jatuh ke tanah, menghitam seperti duka. Di dekatnya ada pepucuk pedih yang bertunas dua. Beranak pinak dari luka yang bernanah.
Gerimis merecik merah: mata senja berdarah. Tersabit pedang angin yang lupa mengeja janji. Begitu dalam hingga jingga berubah putih, hingga sendu bernama pilu.
"barangkali di atas sana para dewa hanya melempar dadu. lalu di sini ada hati yang terluka."
Padahal seribu kunang-kunang telah mengabdi di kakinya, sedang tubuh dewadaru menyangga tegaknya. TAK! retak sudah dihantam coba. Khianat tidak pantas berujung maaf.
Gadis itu berdarah lagi, dada kirinya ditikam panah. Malam lebur dalam getir. Gema isak perih mendenting dalam kesah yang mendayu.
Gelisah pecah, sedang arjuna sudah pergi.
Ah! Patah.
No comments:
Post a Comment