Dan apakah ini rasa asing yang menghimpit dada, paksaku merana mengais sepi layaknya pecandu dengan candunya...
SENJA temaram menelisik kisi-kisi jiwa saat kudapati diri mengais kenangan yang tersisa hingga semerbak wewangian surga penggugah harmoni sukma merekah memenuhi ruang-ruang kenangan berhias duka nestapa. Pada salah satu ruangnya bersemayam bidadari-bidadari bersayap tiga, serentak menari sendu diiringi rentak rebana penggugah sukma. Laksana raja penguasa tiga negeri aku bertahta di singgasana hatimu kala itu, sebelum gelegar datang mengirimkan air bah yang maha dahsyat hingga kerajaanku musnah tak bersisa kecuali puing kenangan yang kini tengah kususun kembali.
Pun waktu pulihkan luka. Lalu kukemasi selaksa cinta yang tersisa dan berangkat mendaki langit. Langit ke tiga tempat dewadewi berada. Tunggulah aku di sini akan kubawakan untukmu seikat kembang dewa yang terindah, seindah lembayung senja yang bergelayut manja di kaki langit pertama saat bintang barat menyapa malu. Lalu ikutlah denganku, naik ke langit ke tujuh, di sana telah kubangun singgasana yang dipikul tujuh bidadari surga untukmu, dan biarkan sayap-sayapku merengkuhmu hingga damai meresap sampai ke sum-sum tulang darahmu.
Bila kau izinkan, kan kudinginkan api untukmu namun tunggulah hingga sayap cinta merangkum seluruhku, dan biarkan kuteguk anggur dari piala cintamu walau kutahu manisnya mampu bunuhku. Dan bila itu terjadi, semayamkanlah jenazahku di altar suci hingga darahku beku dalam pelukmu. Namun untuk saat ini di sini, mendekatlah, jangan menjauh. Kemarilah, biarkan cinta mendekap. Jika hatimu ingkar, berontak menghindar, sungguh kau hindari diri di dalam diri.
Jangan bongkar yang telah terkubur beri saja bunga di atasnya sekedar 'tuk kenang indahnya, kenang dengan senyum terkulum. Jangan pula kau risaukan luka yang menganga, karena esok akan tertutup lagi. Teguk saja madu yang telah kutuangkan untukmu, biarkan ia mengalir basahi sekat di dalam leher indahmu. Dan angkatlah pialamu, buang jauh ragu, itu memang untukmu. Bukankah di dasarnya telah terpatri namamu?
Kendari, MEY 2009
Gelegar getar, guncang ruang, sapu kenangan sisakan puing. Luruh jiwa luruh raga luruh asa luruh cita...
Lihatlah pada api yang membara, membakar habis tak bersisa, lidahnya menari lincah ikuti rentak birama, hapus jejak duka nestapa...
Usah kau ungkit cerita kemarin telah kuberikan pada yang lain musnah sudah jembatan ke sana selesai sudah kisah kelana...
Kendari, MEY 2009
*Kumpulan dari beberapa sajak, puisi dan prosa, periode Maret - April 2009
No comments:
Post a Comment