December 10, 2011

Aksara Hitam di Pelepah Senja


senja baru saja pergi. menyisa jejak sepi di wajah puisi yang pasi senyumnya. sekuntum rindu, menjadi bait mati di dekap sunyi saat kawanan awan hendak beringsut ke utara. meminta angin menambah laju, menuju tempat ambigu merengkuh debu aurora, tempat sajak pagi bermula.


tapi angin tersesat di hutan jati. daun-daun berterbangan, melayang lalu jatuh lagi. padahal dulu sebutanmu selalu dapat terbaca di batu-batu. kini asing, terhapus hembus angin basah saat hujan jatuh di suatu masa. tersisa genang, tempat kenang berkaca. mengintip di jalusi, lalu hilang di rimbun padang ilalang.


ya. senja baru saja pergi, sedang malam begitu pandai menyimpan rahasia. menyulam gundah di sebalik bayang gemintang. demikian hening dalam sepi yang temaram. kelam, dingin seperti pedih yang semayam di jantung kata perpisahan.


kau tahu? bahkan mata hari tak sanggup lagi mengeja huruf dan angka pada luka yang menganga. bahasa bintang ikut bungkam di tengah riuh percakapan tanpa kata. memaksa angin menulis rindu dengan konte pada relung hitam pelepah senja, memaksa rindu merenda salju sebagai hangat di musim penghujan. hingga rintih menjadi titik di ujung kalimat-kalimat hampa. hilang makna hilang jiwa, membujur di tubuh puisi
: menunggu bidadari datang memahat bara di garis punggungnya.


~ Nal

No comments:

Post a Comment