March 16, 2010

Ada cinta yang bermerah muda di langit kita

SUDAH kusematkan rindu pada angin barat yang tengah melintasi laut cina selatan, pun pada awan serta rinai hujan di khatulistiwa namun kau tetap diam enggan mengucap kata. Mungkin riuh ramai kota di kaki Petronas sungguh telah melenakanmu.

Nyaman dunia di sini melekakanku,
mungkinkah nyamannya di dalam dunia mandiriku sendiri?
Dalam riuh pikuk dan ramainya manusia aku terasa sepi, sendiri dan rindu itu melingkariku saat rintik hujan bernama gerimis menampar wajahku yang semakin kelam.

Bila sepi menebal hingga kabut rindu yang menyelimuti sendirimu tak kuasa lagi kau sibak, keluarlah dari rumahmu sebentar saja lalu pandangi pendar merah pupus awan sore yang bergelayutan di langit Semenanjung Malaka.

Tunggu sekejap hingga mentari menceburkan dirinya dan tenggelam di samudera lalu tengadahkan tanganmu jika kau lihat camar putih datang membawakan sepotong senja untukmu. Hangatnya kuharap mampu melelehkan beku salju di hati walau mungkin tidak dapat mengeringkan jejak basah gerimis di wajahmu.

Dan tersenyumlah kerna aku akan menjengukmu dalam lawatan kesah malam hingga pagi datang kembali.

Tika embun masih basah, aku merenung fajar yang makin muka menebak tirainya menyingkap satu satu rindu dari kenangan silam yang masih tegar dalam ingatan.
Perlukah aku masih mengingatnya satu persatu saat kau sudah mula menganyam satu persatu jua bahagiamu?
Perlukah aku potretkan hanya wajahmu yang menghiasi ruang mataku di tirai kamarku? Nyata lelah aku karena kau masih bernafas di setiap denyut nadiku!

Aku masih di sini di hangat rengkuh fajar yang kau renungi hingga meleleh bekubeku yang ada, hingga tiba waktunya kau aku mencumbui rindu di dahan senja yang meranggas, hingga segala hinggamu hinggaku letih menjadi tak berhingga lagi.

Ketahuilah sayang, untukmu telah kusisipkan cinta di setiap sudut bintang yang berpendar, singgahlah sebentar saat kencana mimpi membawamu terbang melintasi langit malam. Bila kau telah sampai di dekatnya, hentikan ocehmu agar dapat kau dengar nyanyian tujuh bidadari tentang helaian rekat rindu di kisi hatiku yang berjelaga.

Lalu dengarlah desir darah melarungi setiap inci nadi tubuhmu bersenandung di sela deru nafas jiwa yang merindu, seperti aku yang tak berdaya saat wajahmu terlukis di langit jiwaku.
Saat wajahku terlukis di jiwamu, saat itu satu satu langkah kaki telah ku bawa pergi jauh dari relung hatimu. Saat mentari masih malu malu, sejauh mungkin ku bawa hati ini mengisi relung hatiku yang semakin kosong, hampa, nyata.

Sayang, untukmu kasih ini tidak ada hentinya. Damai laut tidak mampu mengusir gelora hati yang merindukanmu sampai hujung hayatku. Hingga saat ini, utuh cintaku untukmu, mana mungkin diisi dengan yang lainnya. Memungkinkan hatiku hampa, hampa, buat selama lamanya.

Angin malam, sampaikan salamku buatmu sayang di kejauhan ini biar bayu laut meniupkannya agar suatu masa nanti ada gerimis mengundang hinggap di birai mataku dan saat itu ku tahu, kau hadir untuk menemaniku di pelantar sunyiku.

Kabut tipis membayang diasuh pendar sinar mentari seperti tabir yang perlahan menghilang pun cahaya datang menerangi. Tapi mengapa di seberang sana jejak gelap enggan beranjak, semakin tebal menggoret temaram, sepertimu sayang yang tengah murung. Mungkin nanti saat kau tersenyum maka kelam enyah seketika.

Dan bila kisi rindu membuncah, jangan tutup dulu tirai di jendela hingga kau lihat betapa cinta bermerah muda di langit kita.
____________________
Kolaborasi Kata :

Norhaidatul Azian Tajul Ariffin (Selangor, Malaysia)
&
Sabdabumi (Tolitoli, Indonesia)


*gambar : http://yusiva.wordpress.com/

1 comment:

  1. dan aku masih melihat titis titis rindu dan cinta bersemadi dekat,saat senja lazuardi sudah memekat...;-)

    ReplyDelete