Demi pucukpucuk senja memupus
Dan malam yang memberangus
di sela resah mendengus
Jemari cinta terlanjur erat mencengkram
dua hati lunglai menggeram
lalu karam di dasar perih
kudengar bisikmu merintih
Akh, leluka
setetes darah duka
Aku kamu
tidak untuk menyatu
Namun,
ada jejak rindu abadi
seperti goretan sepi
terpajang di dinding sunyi
entah kapan menepi.
mungkin nanti
setelah mati.
Tolitoli, Maret 2010
No comments:
Post a Comment