February 2, 2011

Romanizem [Bila Cinta Hadir untuk Membebaskan]

Prolog

HIDUP adalah soal sedetak jantung dan setarikan nafas, begitu rapuh begitu labil dalam sifatnya yang ambigu hingga kematian dapat datang kapan saja dan di mana saja. Lihatlah wajah-wajah manusia, ketakutan memenuhi setiap guratnya, takut pada kematian bahkan pada wajah mereka yang mengaku tidak takut mati.

Lalu muncul ide tentang kekuatan untuk memilih yang saling berhadap-hadapan dengan ketidakberdayaan di antara pilihan itu sendiri. Keterbatasan dunia manusia melingkupi semua aspek dalam kehidupannya tidak terkecuali dalam kebebasan memilih. Manusia tidak dapat memilih di rahim mana dia lahir dan kapan dia mati. Begitu banyak kenyataan hidup yang akhirnya menuntun manusia ke dalam kondisi ketidakberdayaan yang kemudian mereka sebut ketidakberdayaan itu sendiri dengan nama pilihan.

Lain dari pada itu, tidak dapat dipungkiri saat membicarakan manusia dan kemanusiaannya, akan selalu berawal dan berakhir pada pembicaraan tentang cinta. Sesuatu yang sejatinya juga berhubungan dengan segenap bagian dari semesta kehidupan manusia baik di dalam maupun di luar dirinya. Hidup, pilihan, dan kematian tidak luput dari dekapan cinta sehingga telah tiba di suatu titik di mana manusia tidak dapat lari dari naungan sayap-sayap cinta.

Cinta dan Pembebasan Diri

Telah mahfum bagi manusia bahwa ada sesuatu kekuatan di luar dirinya yang pertama kali menciptakan dunia dan segala isinya termasuk penciptaan diri manusia itu sendiri. Bahkan bagi atheis sekalipun, hati mereka mengakui ada kekuatan yang mengatur di luar dirinya.

Lalu bagaimana dengan cinta. Aih, cinta bukan sekedar genang rasa yang tercipta dari kedekatan antara manusia satu dengan manusia lainnya, namun harusnya lebih tinggi dari itu. Terdapat ide tentang cinta yang abadi, yaitu eksistensi cinta dengan kekuatan pembebasan.

Tahukah apa yang paling berat di muka bumi ini? yaitu membebaskan budak dari perbudakan. Bukankah manusia-manusia selalu menjadi budak? Dus, dia yang mengaku bebas pun tidak luput dari perbudakan. Singkatnya, segala hal yang menawan hati adalah tuan bagimu dan kau adalah budaknya.

Lalu bagaimana cinta dapat membebaskan?
Jika cinta hanya dimaknai sebagai lintasan rasa di relung hati saat terpana dalam lembah asmara, maka cinta akan memperbudak para pecinta yang memujanya. Entahlah. Barangkali sebutan cinta itu telah keliru dilekatkan pada sesuatu-sesuatu yang tidak sunyi dengan kepentingan. Kepentingan lahir dari adanya kebutuhan dan keinginan, padahal segala yang melata di muka bumi ini baik masing-masing maupun bersama-sama adalah kumpulan kebutuhan dan keinginan yang abadi.

Dengan demikian, jika segala yang melata di muka bumi selalu mempunyai kepentingan maka meletakkan cinta padanya adalah usaha untuk memperbudak diri kepada lebih dari satu Tuan.

Akhirnya dapat dipahami bahwa kekuatan pembebasan yang dimilki oleh cinta hanya bisa dinikmati bila cinta diletakkan kepada sesuatu yang tidak mempunyai kepentingan. Sesuatu yang tidak membutuhkan apa-apa, sesuatu yang besar hingga tidak diliputi apa-apa melainkan ia yang meliputi segala sesuatu.

Epilog

Maka cintailah cinta lalu biarkan Tuhan menempati ruang di antara dua hati yang saling mencinta, niscaya cinta akan membaluri jiwamu dengan keagungannya.

Sungguh seorang budak yang hanya memiliki satu Tuan, pasti akan lebih baik ketimbang budak yang memiliki beberapa Tuan. Olehnya, tunduklah pada satu Tuan saja dan ucapkan pada diri, selamat datang di negeri cinta dimana cinta hadir untuk membebaskan sekali kali tidak untuk membelenggu.

@sabdabumi

3 comments:

  1. esai yg bagus kawanku sabda bumi.

    ReplyDelete
  2. @mengeja pelangi: terimakasih kawan. Mari Membumi.. :)

    ReplyDelete
  3. pencerahan yang menggugah hasrat tuk mencinta...huhuyyy....:p

    ReplyDelete