February 2, 2011

Sepotong Pagi Punya Zashky dan Schatzi

HENING memeluk saat aku kamu terdiam pasi di pagi yang ambigu.

"Baiklah, aku menyerah Zi, lelah membohongi rasa. Kini kukatakan tentang hal aku di sini, kukira ini adalah cinta. Maafkan aku." lirih kuluahkan segala rasa yang menghimpit dada sejak pertama kali bertemu.

"Pegang janjiku, gak akan ada yang berubah, gak akan mengganggu apa yang sudah ada di antara kita dan apa yang sudah kita sepakati sebelumnya, hanya ingin jujur,  dan tiba-tiba saja aku lega," jelasku coba tepis rasa takut kehilanganmu.

Kau hanya diam, tak berkata sepatah pun.

"Semoga yang aku katakan tidak lalu memperburuk keadaan. Cintaku bukan untuk memiliki dan kujamin kau gak akan terganggu. Maaf bila ini buatmu tak nyaman Zi," bisikku kembali tegaskan rasa.

Sontak buncah rasa menyeruak di dalam dada sedetik per detik meregang segala angkuh yang ada.

"Lalu tentang rasa ini, terasa nikmat Zi. Kau jugakah?" tanyaku mencoba meraba bilakah benci menyelip di hatimu. "Emh, sedikit," jawabmu seperti berguman lalu meluruh di pelukku.

"Sayang, aku sekarat," kesahku mendekap rasa.

Waktu berhenti, tanpa kuduga kau daratkan kecupan di bibirku.

"Tahukah? tentang kecupmu, getarnya hingga ke hati. Sebuah ruang di dadaku yang berdinding aurora. Kaukah aurora itu sayang?" tanyaku padamu sembari menahan gejolak rasa yang kau beri dalam hangatnya kecupmu.

"Apa aku bisa seindah aurora?" katamu ragu. "Tentu saja. Kau, seindah aurora Zi," jawabku coba meyakinkan hatimu.

Lalu kau bangkit dari pelukan, dan menatapku sendu. Begitu dalam tatapmu kali ini seakan kau hendak mengatakan sesuatu lewat matamu.

"Aurora tak pernah stabil sayang, tapi ketidakstabilannya  itu membuat dia seakan sedang menari," katamu kemudian.

"Persis seperti rasa yang kau goreskan sayang. Betapa cinta, kasih dan sayang menari-nari di relung hatiku, mencipta gemuruh yang tak dapat kupahami. Setiap rasa yang ada itu menjelma warna warni aurora di dindingnya," jelasku paparkan rasa.

"Dan jika aku meminta kau untuk menari bersamaku dalam pendar aurora itu, maukah kau?" tanyaku kemudian. "Pernah kukata; tidak?" kau menukas. "Diammu buat aku mengira tidak sayang," gumanku. "Selintas aku khawatir kau kecewa padaku kerna kalah lalu sekarat di hadapan cinta," keluhku lirih.

Lembut kau usap wajahku dengan telapak tanganmu, kembali ada getar di dada kiri menyambut sentuhmu.

"Hatiku bilang, ada sesuatu yang lebih di balik kekalahanmu ini sayang, tapi aku gak tahu apa," katamu dengan kasih.

"Tahukah sayang, untuk detik ini, gak ada nama lain yang pernah kukenal bagi rasa yang seperti ini kecuali cinta. Selebihnya entah." jelasku gamang.
"Bukan hanya sekedar cinta Za, entahlah. Adakah sesuatu yang lebih dari cinta?" tanyamu sembari menerawang.

Sejenak kurenungkan setiap kata yang kau ucapkan barusan dan mencoba pahami setiap hurufnya, namun indahnya cinta begitu pekat mendekap nalarku.

"Entahlah Zi, Aku hanya tahu bahkan walau kau aku ada bersisian, jiwaku tetap merindui jiwamu. Raga ini tidak pernah dapat memenjarakan rasa yang ada," jelasku dengan nafas yang sedikit tersenggal.

Kau terdiam, kupandangi setiap lekuk indah wajahmu hingga aku terperosok semakin dalam di lembah cinta kernamu. "Cinta.. aku seperti lupa dengan rasa itu Za. Entah seperti apa rasanya sekarang," tukasmu kemudian.

Dengan segenap kasih kurengkuh kau di dalam pelukan, dekap hangat tubuhmu hingga aku kamu tergetar dalam romansa.

"Kau tidak perlu jatuh cinta padaku Zi. Biarkan aku mencintaimu dengan caraku, mencintaimu demi cinta itu sendiri. Sayangi saja aku, aku gak ingin kau terluka, biar aku saja yang hadapi rasa ini. Zi, adakah rasa sayang di hatimu untukku? tanyaku lembut.

Pelukmu semakin erat di tubuhku, "Aku menyayangimu. Tak tahukah?" tegasmu lirih. Pun aku menyambut pelukmu lalu berucap, "Aku ingin kau tahu, aku gak akan menuntutmu untuk mencintaiku. Aku ingin mencintaimu sepenuh cinta yang dapat aku beri tanpa harus memilikimu. Aku ingin nikmati cinta yang seperti itu. Cukup sayangi saja aku, dan nikmatilah setiap cinta yang kuteteskan ke jiwamu duhai kau kekasihku. Bersediakah kau?"

Perlahan kau lepas dari dekapan lalu mengusap lembut wajah dan bibirku dengan ujung jemarimu sembari melekatkan  pandang penuh kasih. Sesaat kemudian kurasakan hangat meresap di dalam hati saat sekecupan manis bibirmu mengecup lembut bibirku, pun kau berucap, "Menjadi ratu di kerajaan cintamu adalah kehormatan bagiku, dan kusebut kau lelaki tersayangku."

Hujan membawa sendu di awal hari, senyum gerimis tersemat begitu syahdu menggurat aurora pada sepotong pagi punya Zashky dan Schatzi.

***
@puteri hujan & sabdabumi - it's an amazing colaboration.

No comments:

Post a Comment